asshidqu

Kajian, Diskusi dan Pembelajaran Islam

asshidqu

Belajar Agama…..Pentingkah…???

Miris hati kita melihat generasi muda umat Islam saat ini. Tidak anak-anaknya tidak pula para orang tuanya, mereka sama-sama belum mengetahui betapa pentingnya belajar ilmu agama.

Di sisi lain, para orang tua tersebut begitu semangat dan rela mengorbankan sebagian besar hartanya demi menyekolahkan anaknya untuk mempelajari ilmu duniawi. Sang anak sejak kecil sudah dijejali berbagai macam kursus yang katanya kunci kesuksesan di masa depan.

Bahkan ada salah satu lembaga pendidikan di negeri ini yang dengan bangga memasang spanduk bertuliskan; matematika + bahasa inggris = sukses.

Yang menjadi pertanyaan, kesuksesan seperti apa yang dimaksud oleh lembaga pendidikan tersebut ? dan sukses macam apa yang diidam-idamkan oleh para orang tua untuk masa depan putra putrinya kelak ?.

Tidak dapat kita pungkiri bahwa para penghianat bangsa ini adalah orang-orang cerdas dengan titel berjajar. Mereka keruk sebanyak-banyaknya uang rakyat untuk memenuhi syahwat dunianya. Mereka berfoya-foya dengan segala kemewahan yang berhasil ia dapatkan dengan jalan yang sangat zalim. Apakah ini yang dinamakan kesuksesan ?

Mari kita lihat sejenak sabda Rasulullah –sallallahu ‘alaihi wa sallam- yang berbunyi,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Dia akan memahamkan baginya agama (Islam).” [HR. Bukhari (no. 2948) dan Muslim (no. 1037).]

Inilah jawabannya, salah satu yang menyebabkan orang-orang pintar berbuat zalim adalah karena yang ia pelajari hanyalah ilmu duniawi. Tidak ada pemahaman agama yang masuk ke dalam hati mereka kecuali sedikit sekali. Padahal sudah jelas, agama adalah bingkai yang dapat mengontrol manusia dari prilaku buruk.

Hadits ini juga menunjukkan betapa tingginya kedudukan ilmu agama dan keutamaan yang besar bagi orang yang mempelajarinya, sampai Imam an-Nawawi mencantumkan hadits ini sebagai hadits yang pertama dalam kitabnya Riyadhush Shalihin, pada pembahasan “Keutamaan Ilmu”.

Imam Ibnu Hajar al-’Asqalani berkata: “Dalam hadits ini terdapat keterangan yang jelas tentang keutamaan orang-orang yang berilmu di atas semua manusia, dan keutamaan mempelajari ilmu agama di atas ilmu-ilmu lainnya.”Fathul Baari (1/165).

Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhu- menuturkan, Rasulullah ­–sallahu ‘alaihi wa sallam- besabda : ”Barangsiapa yang kedatangan maut saat menuntut ilmu, maka ia akan bertemu dengan Allah. Dan Tiadalah batas antara dia dengan nabi, melainkan hanya derajat kenabian.” (HR. Thabrani)

Bahkan belajar ilmu agama tidak hanya penting tetapi sampai derajat fardhu ‘ain (wajib bagi setiap muslim) untuk mempelajarinya. Berbeda dengan ilmu selain ilmu agama yang derajat perintahnya berkisar mulai dari mubah hingga fardhu kifayah (wajib bagi sekelompok orang, jika salah satu ada yang telah memenuhinya maka gugurlah kewajiban tersebut). Rasulullah –sallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)

Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman,

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’“. (QS. Thaaha [20] : 114)

Ibnu Hajar Al-Asqalani –rahimahullah- berkata,

( وَقَوْله عَزَّ وَجَلَّ : رَبّ زِدْنِي عِلْمًا ) وَاضِح الدَّلَالَة فِي فَضْل الْعِلْم ؛ لِأَنَّ اللَّه تَعَالَى لَمْ يَأْمُر نَبِيّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِطَلَبِ الِازْدِيَاد مِنْ شَيْء إِلَّا مِنْ الْعِلْم ، وَالْمُرَاد بِالْعِلْمِ الْعِلْم الشَّرْعِيّ الَّذِي يُفِيد مَعْرِفَة مَا يَجِب عَلَى الْمُكَلَّف مِنْ أَمْر عِبَادَاته وَمُعَامَلَاته ، وَالْعِلْم بِاَللَّهِ وَصِفَاته ، وَمَا يَجِب لَهُ مِنْ الْقِيَام بِأَمْرِهِ ، وَتَنْزِيهه عَنْ النَّقَائِض

“Firman Allah Ta’ala (yang artinya),’Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’ mengandung dalil yang tegas tentang keutamaan ilmu. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan sesuatu kecuali (tambahan) ilmu. Adapun yang dimaksud dengan (kata) ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan”. (Fathul Baari, 1/92)

Lalu, apakah kita diwajibkan untuk mempelajari seluruh ilmu yang ada di dalam agama ini?, memahami semua yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, mendalami semua pokok-pokok ilmu agama berikut cabang-cabangnya secara keseluruhan. jika ada satu bab dari ilmu agama ini maka kita dianggap tidak menunaikan kewajiban? tidaklah demikian, Ibnul Qoyyim –rahimahullah- menjelaskan ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim, diantaranya:

Pertama, ilmu tentang pokok-pokok keimanan, yaitu keimanan kepada Allah Ta’ala, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, taqdir-Nya dan hari akhir.

Kedua, ilmu tentang syariat-syariat Islam. Seperti tata cara wudhu, shalat, puasa, haji, zakat dan sebagainya. Wajib dipelajari tentang syarat, rukun dan pembatalnya.

Ketiga, ilmu tentang lima hal yang diharamkan yang disepakati oleh para Rasul dan syariat sebelumnya. Kelima hal ini disebutkan dalam firman AllahTa’ala,

ö قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Katakanlah,’Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui’”. (QS. Al-A’raf [7]: 33)

Maka dari itu kita wajib untuk mempelajari larangan-larangan Allah Ta’ala, seperti haramnya membunuh tanpa hak, berzina, melakukan praktek riba, minum khamr, dan sebagainya, sehingga kita tidak melanggar larangan-larangan tersebut karena telah mengetahui ilmunya.

Keempat, ilmu yang berkaitan dengan muamalah, yaitu interaksi yang terjadi antara seseorang dengan yang lainnya. Ilmu ini berbeda pada setiap orang karena perbedaan peran yang dimiliki. Misalnya, yang wajib mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan peternakan adalah seorang peternak, sedangkan seorang ibu rumah tangga tidaklah wajib karena urusan dia adalah apa yang ada di rumah suaminya yaitu mengurus dan mendidik anak-anaknya serta menjaga apa yang ada di dalam rumah tersebut. (Lihat Miftaah Daaris Sa’aadah, 1/156)

Dari penjelasan Ibnul Qoyyim –rahimahullah- di atas, jelaslah bahwa setiap orang yang beragama Islam wajib memperlajari ilmu agama dari manapun ia beasal dan apapun jenis pekerjaannya. Karena Allah –subhanahu wa ta’ala-sangat benci terhadap orang yang pandai dalam ilmu dunia tetapi bodoh dalam ilmu akhirat.

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan mereka lalai tentang (kehidupan) akhirat”. (QS. Ar-Ruum [30]: 7) []

 

Tinggalkan komentar